Sebuah aturan yang mengikat di wilayah kawasan adat Kajang adalah perlunya kesederhaan tanpa hidup materialistis. Sementara dalam aturan pemerintah adalah perlunya pemerataan
perekonomian. Tidak bisa kita pungkiri sekarang, kita sangat
membutuhkan yang namanya sesuap nasi. Misalnya di kawasan adat Kajang, kebanyakan
orang menggantungkan hidupnya dengan beternak dan bertani. Dari beternak dan
bertani tersebut, tidak seberapa dengan hasil yang diperolehnya. Makanya saat
terjadi ketimpangan, banyak masyarakat
adat keluar kawasan adat, ke Makassar misalnya menjadi buruh bangunan, merantau dan lain-lain sebagainya. Pada saat hal tersebut terjadi, orang-orang
kawasan dapat memila-mila bahwa mana yang lebih menguntungkan, apakah pada
saat mereka
dikawasan mengelola tanahnya atau pada saat mereka merantau misalnya?
Selain dari itu, anak-anak remaja di
kawasan adat Amma Toa yang tidak punya pendidikan bahkan putus sekolah,
kebanyakan ke luar kawasan, dan banyak yang menjadi pelayan, pembantu rumah
tangga dan lain-lain sebagainya. Terus, saat mereka merasa
mendapatkan yang diharapkannya, secara otomatis, pada saat kembali ke Kawasan
adat Amma Toa, banyak hal-hal baru yang mereka bawa masuk, banyak
perubahan-perubahan baru, misalnya pemahaman tentang hidup dan bagaimana hidup
di luar sana, serta bahkan yang paling nampak perubahan pada remaja di kawasan adat yaitu dari cara berpenampilan di dalam kawasan yang sudah tidak sesuai dengan
anjuran adat.
Ini akan menghilangkan ciri khas budaya
Kajang. Terus kalau sudah begitu, kita tempatkan diri kita dimana?
Okey, kalau memang pihak parawisata
mencanangkan Kawasan adat Amma Toa sebagai objek wisata. Seharusnya pihak
parawisata harus bertanggung jawab. Berdayakanlah orang-orang kawasan adat,
sejahterakanlah mereka tanpa menghilangkan prinsip kesejahteran dalam aturan
adat mereka sendiri. Jaga mereka, jangan sampai hilang arah. Karena kalau
kalian mengaggapnya objek wisata, bukankah itu aset yang perlu dijaga?
(Suara untuk kalian yang merasa) Yaitu Harapan saya, bahwa biarkan
orang-orang kawasan dan generasinya tetap berperan aktif dan mengambil bagian
pada saat ada kegiatan yang berbau tentang budaya Kajang dan biarkan mereka menikmati hasilnya sendiri. Orang kawasan
adat Amma Toa, sangat tidak mengharapkan dan sangat tidak menyetujui kalau
ada sebuah kegiatan dan mengatas namakan budaya Kajang namun tidak sesuai dengan prinsip-prinsip adat (ideology
“Pappasang Ri Kajang”) serta tidak menyetujui jika ada
kegiatan dan mengatas namakan budaya Kajang namun tidak ada orang-orang Kajang yang
terlibat di dalamnya. Dan ingat, kita jangan bangga saat orang luar yang tidak tahu
sama sekali tentang Kajang namun mereka mempertontonkan Kajang. Seperti kejadian yang baru-baru ini
terjadi, sebuah film yang berjudul “LIONTIN
TANAH TERLARANG” yang di siarkan di salah satu TV swasta yang
menjadi kontroversi karena tidak sesuai dengan gambaran masyarakat Kajang.
Bira
dengan pantainya, Tanah Beru dengan perahu phinisinya, Kajang dengan
apanya coba, ya salah satunya yaitu dengan keunikan pakainnya. Dan yang
memakai pakaian tersebut siapa??
Di Bulukumba, bukankah perahu phinisi, Bira, bahkan Kajang sudah termasuk bagian dari objek wisata? Dan bukankah itu pancanangan pemerintah dinas parawisata? Bisa kita katakan, bahwa secara tidak langsung Kajang pada khususnya, orang-orang kawasan adat di dalamnya sudah terjual dan bahkan dijadikan boneka-boneka bagi para pencari keuntungan. Yang jadi pertanyaan,, apakah ini sudah sesuai dengan landasan adat Kawasan Amma Toa? Apakah, memang itu yang diharapkan orang kawasan adat Amma Toa? Apakah orang kawasan adat Amma Toa pantas dijuluki sebagai objek untuk dikunjungi dan dipamerkan ke mereka-mereka? Kira-kira apa yang di dapat orang Tua kalian,, ia pujian. Dan yang menikmati siapa? Dan apakah orang tua kalian pantas dijuluki itu semua? Sadarkah kita semua?
Di Bulukumba, bukankah perahu phinisi, Bira, bahkan Kajang sudah termasuk bagian dari objek wisata? Dan bukankah itu pancanangan pemerintah dinas parawisata? Bisa kita katakan, bahwa secara tidak langsung Kajang pada khususnya, orang-orang kawasan adat di dalamnya sudah terjual dan bahkan dijadikan boneka-boneka bagi para pencari keuntungan. Yang jadi pertanyaan,, apakah ini sudah sesuai dengan landasan adat Kawasan Amma Toa? Apakah, memang itu yang diharapkan orang kawasan adat Amma Toa? Apakah orang kawasan adat Amma Toa pantas dijuluki sebagai objek untuk dikunjungi dan dipamerkan ke mereka-mereka? Kira-kira apa yang di dapat orang Tua kalian,, ia pujian. Dan yang menikmati siapa? Dan apakah orang tua kalian pantas dijuluki itu semua? Sadarkah kita semua?
Apakah ini argument yang salah, kalau
begitu, maaf, terus kira-kira siapa, apa dan
bagaimana yang benar???
Terus, saat orang-orang yang sangat
penasaran akan cerita dan wujud daripada Kajang, secara otomatis akan datang
kesana. Dan kira-kira apa yang pernah
diberikan kepada tu Toa ta’? ada tidak,,? Kalau pun ada, apakah semuanya dapat
merasakannya?
Mari kita aplikasikan pasang-pasang moral na pa’boheangnga...
mariki’ sipa’rimpungang, sipa’russanakkang..
Lihat di seputarmakassar:
http://seputarmakassar.com/masyarakat-kajang-dan-perubahan-hidup-lebih-baik/
http://seputarmakassar.com/masyarakat-kajang-dan-perubahan-hidup-lebih-baik/
Tertanda;
Rudy Toto,S.Pd
(The Next Generation )
#081 244 588 646#
(The Next Generation )
#081 244 588 646#
No comments:
Post a Comment